Pilkades di Lembata

Doc. Rahasia

Sobat yang dirahmati oleh Tuhan YME, aamin.  Yang berbahagia tentunya. Kali ini penulis ingin mengutarakan beberapa pendapat dan catatan soal bagaimana pilkades itu di jalankan secara ideal dimulai dari pra pemilu hingga pasca pemilu. Mungkin tulisan tidak seketat diktat kepenulisan akademik,..namun tidak mengecewakan deh. Langsung saja cus membacanya (sediakan kopi + cemilan agar padat soalnya) 


Pertama, fenomena PILKADES sobat bisa akses lewat gawai pribadi. Disana kita dapati pertarungan visi-misi yang begitu Gentle-adab. Para calon kepala desa selanjutnya disingkat Cakades mendulung kekuatan lewat menawarkan harapan-masa depan, dengan gaya retoris yang memukau tentunya. Inilah barangkali diwakili oleh klan Pemuda.

Pada sisi yang berbeda, para petahana (perangkat desa) disamping menawarkan visi-misi yang kita sebut gentle, selanjutnya ia hanya perlu menunjukkan bukti nyata, baktinya pada kehidupan berdesa. Slogan klan ini "kami pernah makan asam garam", banyak menamai golongan mereka merupakan petahana atau kaum tua. 

Catatan & kritik penulis ~÷) Soal tuan pemuda, tua atau petahana tidak lain hanyalah GLORIFIKASI. Kita bertanya; siapakah yang disebut pemuda, berapa umur mereka, apakah sudah berkeluarga-apa belum, bagaimana dengan yang tua tapi semangatnya muda.!. Perihal Jejak pemuda, sobat bisa melacak mungkin dari Budi Utomo 1908, Yamin dan Gajah Ahmada 1928, PPKI 1945 dan gerakan sipil 1966, 1974 dan 1998. Poin; apakah Yamin, Chairul Saleh itu masih disebut pemuda, mereka berpaut beberapa tahun dari Soekarno.

Kedua, persoalan berikut yang kita temukan ialah strategi pemilu. Masyarakat dikumpulkan di suatu tempat oleh kepanitiaan, untuk mendengarkan jejak visi-misi, adapun kita dapati Cakades membuat insiatif sendiri "kampanye personal ditempat yang telah ditentukan panitia", masyarakat rela diterik matahari mendengar pemimpin mereka 6 tahun mendatang. Namun bukan ini yang kita soroti.

Soal strategi dan metodologi kampanye kita ikuti edaran pemerintah daerah + PJ kepanitiaan. Sorotan kita tidak lain; menghindari adagium yang sekedar gimic dan Visi-misi quo dan mustahil di laksanakan. 1). Adagium, mengapa ini di anggap penting.!,..agar menghindari gap yang ada di tengah masyarakat. Misalnya; kamu belum cukup umur tuk maju, hanya suku besar yang menjabat, kamu pendatang atau baru beberapa bulan di desa bahkan kamilah pemakan asam garam sesungguhnya.

Poin 2). Visi-misi mengapa ini juga penting.!,..supaya visi itu bisa mendarat, diterapkan di masyarakat atau meminjam bahasa sobat gerakan "ide harus dipijakkan dibawah kaki". Contohnya; Cakades orang pedalaman visinya membangun budidaya ikan (jika informasinya benar), bagi kita ini aneh sebab kebutuhan air untuk kebutuhan sehari-hari saja sangat minim. Tetapi kembali lagi aneh-mustahil bukanlah pembenaran rasional. 

Catatan & kritis penulis ~÷) Adagium kami pernah makan asam garam tentu ini narasi gimic dan tidak berdasar sama sekali, sebab orang Lembata mana yang tidak makan asam garam πŸ˜ŽπŸ˜‚. Pada akhirnya semua visi-misi tunduk pada SDGs, PERBUB. Bagi petahana, kita bisa menguji mereka soal seberapa mengerti perihal; RPJM-des-->RKP-des-->APBD-des. Pengalaman tentu bukan guru yang baik, periode kedua ialah ladang korupsi bagi dia.

Ketiga, terakhir pemilu dan pasca pemilu. Salah satu fungsi pemilu ialah sebagai sarana pendidikan politik. Apa yang terbesit di kepala sobat perihal pendidikan politik, tidak lain yang ditampilkan bagaimana cara mencoblos, mencontreng, kapan waktunya pemilihan, nomer berapa calon sia A dan terakhir kapan waktu perhitungan suara pastinya.

Apakah hal demikian tersebut salah.! Tentu tidak salah, baik-baik saja, namun tidak MENDALAM. Sobat boleh rujuk pada M Fakih (1999) tentang panduan pendidikan politik, ia kemukakan tiga hal soal pendidikan politik, pendidikan yang kita sebut sebelumnya ialah pendidikan konservatif atau prosedural. Masih ada pendidikan lanjutan yakni liberal dan kritis. 

Lalu bagaimana dengan pendidikan liberal, pendidikan ini tidak lain untuk tujuan kekuasaan an sich. Kita dapati para timses dimasa kampanye, dengan bebasnya menjatuhkan lawan cakadesnya agar mendongkrak suara bagi calon pilihnya atau sebaliknya dengan momentum ini ia gunakan untuk melanggengkan dan mempertahankan kekuasaannya. 

Untuk pendidikan kritis tersendiri outputnya ialah dapat bertransformasi menjadi masyarakat melek politik. Tentu disadari oleh penulis ini pekerjaan berat,..tidak hanya dalam sekali diskusi, kongres pemuda. Mungkin paling basic level yang dilakukan; arti penting Pilkades, bagaimana kepemimpinan yang ideal itu, kepada siapa kita melapor kecurangan pilkades dll (ini bisa diakses pada halaman & laporan tahunan MCW).

Nah sebelum ke catatan dan kritis penulis, ada satu hal lagi yaitu kemana masyarakat ketika pasca Pilkades. Paling yang kita temui selama ini, barisan pendukung dialah yang masuk pada aparat pemerintahan sedangkan yang bertolak belakang dari awal ia akan dikesampingkan. Poin yang menjadi pendasaran kita; sudah seharusnya yang kalah, kontra mempunyai tugas mengawal kehidupan berdesa, jika itupun berat dan minimnya ruang di desa maka alternatif dan pamungkas berikut ialah membangun janji politik dan aksi politik. Untuk 2 hal barusan penulis akan sampaikan pada tulisan lain dan ditingkatkan intermediate dan advance mungkin..

Catatan & Kritis penulis ~÷) Mengapa locus pembahasan ketiga kita hanya pada soal pendidikan politik.! Begini narasinya, Kuntowijoyo (2019); Strategi kekuasaan paling elementer itu cuman 2 yakni tangible dan intangible. Ya kalau tidak militer maka pendekatan ideologis, ada yang keras, terlihat dan ada lunak. Konteks dalam pilkades (Antara uang dan gagasan), PENDIDIKAN POLITIK merupakan proyek intangible, proyek ini untuk mengcaunter politik uang. 

Perlu kita tegaskan, kita tidak anti uang (aktipis mana yg tidak terpikat hatinya akan sekoper uang). Uang yang kita maksud ialah ongkos politik, bicara administratif hari ini tidak ada yang lolos dari uang. Untuk mengurus persyaratan menjadi Cakades saja ia sudah mengocek juta rupiah dari saku celananya, ini belum lagi yang lainnya. Poin catatan kita, barangkali dengan pendidikan politik baik itu politik gagasan dapat mencegah politik uang ditengah masyarakat. Filosofinya sederhana, agar tidak seperti mereka maka jadilah diri sendiri #Itu_aja

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

25 GOMBALAN Ala FILSUF

Postmodern dan kecanggihan visi misi

44 Indikator Kemunduran HMI

Mengapa harus Filsafat Islam

Biografi lengkap 25 Nabi dan Rasul