Watak, Naluri dan Fitrah



Mari kita belajar kilas balik tentang materi ini, semua ini kita lakukan agar bisa memahami bahwa semua (baik alam korporeal dan malakut) tidak dapat difahami bersifat dualistik. Dengan kata lain, akan menjadi salah jika terjadi dikotomi. Terdapat tiga istilah tersebut di atas yang mesti kita bedakan dengan mengetahui perbedaannya.
Pertama, Watak atau sifat dasar (al-thabi'ah). Watak (sifat dasar) biasanya digunakan untuk benda-benda mati, tetapi bisa pula digunakan untuk benda-benda hidup. Contohnya, jika kita bermaksud menunjukkan salah satu karakteristrik air, maka kita mengatakan, "Wataknya adalah begini" Atau "Watak oksigen adalah mudah terbakar." Jadi, kita meyebut berbagai karakteristik asal benda-benda dengan watak (al-thabi'ah).

Manusia dengan pemikiran filosofis yang dimilikinya, berfikir bahwa dua benda yang sama dalam segala seginya tidak mungkin memiliki karakter yang berbeda. Jika karakternya berbeda, hal itu membuktikan bahwa kedua benda tersebut memiliki perbedaan dalam satu segi atau lebih. Akan tetapi, ketika ia melihat beberapa kesamaan dalam beberapa benda, boleh jadi ia akan berpendapat bahwa benda-benda tersebut sama dalam bentuk maupun materinya, namun berbeda dlm karakter dan spesiesnya.
Manusia dengan pemikiran filosofis yang dimilikinya, berfikir bahwa dua benda yang sama dalam segala seginya tidak mungkin memiliki karakter yang berbeda. Jika karakternya berbeda, hal itu membuktikan bahwa kedua benda tersebut memiliki perbedaan dalam satu segi atau lebih. Akan tetapi, ketika ia melihat beberapa kesamaan dalam beberapa benda, boleh jadi ia akan berpendapat bahwa benda-benda tersebut sama dalam bentuk maupun materinya, namun berbeda dalam karakter dan spesiesnya.

Pemikiran seperti itu sudah dikenal sejak zaman purba. Untuk itu mereka membuat contoh : Air terdiri dari bentuk (jism) dan materi (maddah). Begitu pula udara, demikian juga halnya dengan api dan tanah. Akan tetapi, masing-masing benda tersebut dapat dibedakan dari karakteristik yang dimilikinya, yang tdk dimiliki oleh benda yang lain. Berdasarkan itu, pada setiap benda tersebut terdapat potensi atau kekhususan yang memunculkan karakteristik tadi, yang hanya dimiliki olehnya dan tidak oleh selainnya. Potensi atau kekhususan itulah yang merupakan Watak (thabi'h/thabi'at). Di sini, kita juga menggunakan istilah ini (watak atau sifat dasar) utk masalah yg sama. Karena itu, kita katakan bahwa pahon A begini, dan watak pohon B begitu. Istilah ini tentu saja kita gunakan utk benda-benda; juga utk tumbuhan, binatang, dan manusia, tapi pada bagian-bagian yg juga dimiliki oleh benda mati.

Naluri/insting (al-Gharizah) Istilah ini kebanyakan digunakan untuk binatang dan jarang sekali digunakan untuk manusia serta tidak pernah digunakan untuk benda-benda mati dan tumbuhan. Hakikat insting belum jelas hingga saat ini. Artinya, seseorg tidak sanggup menginterpretasikan apa sebenarnya insting itu. Kendati demikian, kita mengetahui bahwa dalam diri binatang terdapat kekhususan-kekhususan internal tertentu yang menjadi penuntun hidupnya. Di dalam insting tersebut terdapat kondisi setengah sadar yang dengan itu binatang-binatang dapat dibedakan perjalanan hidupnya. Kondisi tersebut bukan muktasabah (diperoleh dengan usaha), tetapi merupakan sifat dasar yang ada pada binatang. Termasuk dalam inting tersebut adalah kesanggupan binatang yang baru lahir untuk melakukan berbagai gerakan tanpa melalui latihan terlebih dahulu. Begitu seekor anak kuda dilahirkan, ia segera mencoba untuk berdiri. Tentu saja jatuh. Akan tetapi dia mencobanya sekali lagi, dan sekali lagi, sampai akhirnya dia dapat berdiri dengan sempurna tanpa bantuan dan petunjuk dari induknya. Begitu pula halnya ketika dia menyusu. Tanpa diberitahu oleh induknya dan tanpa mencari ke sana ke mari, dia langsung menyelusup di bawah perut induknya. Lalu, begitu dia menemukan apa yang dicarinya dia pun langsung menyusu.
Itulah salah satu insting yg dimiliki binatang, yang bentuk dan tingkatannya berbeda antara jenis yang satu dengan jenis lainnya. Di kalangan semut terdapat insting untuk mengumpulkan makanan. Sungguh insting yang sangat menakjubkan adanya semut-semut kecil yang sanggup mengumpulkan makanan tanpa tahu dari mana asal makanan tersebut. Semut juga tahu bahwa jika dia biarkan biji-bijian yang dikumpulkan tanpa diganggu, niscaya biji-bijian itu akan tumbuh menjadi tunas. Pertanyaannya, darimana dia memperoleh pengetahuan seperti itu.?

Pengetahuan seperti itulah yg kita sebut dg insting. Yaitu kondisi kesadaran yang tidak sempurna, suatu keadaan yang merupakan gabungan dari sadar dan tidak sadar. Ia merupakan keadaan yang benar-benar misterius. Insting bukanlah kecenderungan. Sebab, yang disebut kecenderungan adalah kondisi yang sepenuhnya sadar dan bersifat internal, sedangkan dalam insting tidak terdapat kesadaran penuh. Benar bahwa terkadang insting dapat menimbulkan kesadaran yang berbentuk hudhuri (semacam intuisi). Akan tetapi, pemiliknya tidak tahu bahwa dirinya mengetahui pengetahuan hudhuri tersebut. Ia tidak tahu rahasia pengetahuan yang dimilikinya, kecuali bahwa petunjuk-petunjuk tersebut ia peroleh dengan cara yang sangat misterius. Ia tidak sadar akan kecenderungannya. Ia tahu tentang kecenderungannya, tetapi tidak sadar akan hal itu. Mengetahui sesuatu tidak sama dengan menyadari sesuatu. Di dunia binatang kita menggunakan istilah insting lantaran sejauh ini saya belum mengetahui adanya orang yg menggunakan istilah Fitrah untuk binatang.

Ulasan, kemungkinan benar bahwa pengertian inting dalam pengetahuan, kita fahami semacam yang telah kita baca. Dalam arti demikian sehingga kita sering mendengar org-org menggunakan kata insting (naluri) untuk binatang (naluri hayawan), yaitu bersifat instingtif. Begitu juga penggunaan makna dalam kata dalam pengertian "watak" untuk benda-benda tidak bergerak. Untuk binatang difahami antara sadar dan tidak sadar. Walau semua itu disebut sebagai sebuah pengetahuan, baik perbedaannya dengan mengetahui dan kesadaran. Mengetahui kadang bersifat subjek objek namun, kesadaran sepenuhnya bersifat hudhuri. Dengan demikian, kilas balik pelajaran ini adalah untuk melatih kita biar lebih memahami bahwa aktualisasi setiap diri sangat kuat hubungannya dengan lingkungan baik itu (terutama) berurusan dg Tuhan, alam, apa lagi berurusan dengan manusia yang merupakan bagian dari alam. Karena, tatkala kecenderungan seorang anak manusia terhadap apapun itu maka dia adalah yang termasuk apa yang sepenuhnya yang  disadarinya. Dengan kesadaran semacam ini, dibutuhkan pengertian yang sempurna dalam kaitannya dengan segala hal agar kita dapat menyadari siapa kita yang sesungguhnya. Oleh karena itu, manusia-manusia bijak tdk dengan mudah terkena efek dari pelbagai macam kecenderungannya sendiri, pada hal dia adalah juga seorang anak manusia yang mempunyai kecenderungan ditambah sifat bawaan sebagaimana yg disebut dengan istilah fitrah.

Fitrah (al-Fithrah) Istilah ini digunakan untuk manusia. Sebagaimana halnya insting dan watak, fitrah merupakan bawaan alami. Artinya, ia merupakan sesuatu yang melekat dalam diri manusia dan bukan sesuatu yang diperoleh melalui usaha (muktasabah). Fitrah mirip dengan kesadaran karena manusia mengetahui bahwa dirinya mengetahui apa yang ia ketahui. Artinya, dalam diri manusia terdapat sekumpulan hal yang bersifat fitrah dan ia tahu betul tentang hal itu.

Ada hal lain yang membedakan insting dan fitrah. Insting berkaitan dengan hal-hal yang bersifat fisik, sedangkan fitrah berkaitan dengan masalah-masalah yang kita sebut sebagai urusan kemunusiaan karena masalah-masalah tersebut berada di luar dunia binatang (metahewani). Kalau begitu, apakah fitrah sebagai sesuatu yang berkaitan dengan masalah-masalah metahewani merupakan bawaan dalam diri manusia. Misalnya begini, kebenaran itu sesuatu dan mencari kebenaran adalah sesuatu yang lain. Artinya, manusia yang selalu berhadapan dengan berbagai hakikat yang tidak ia ketahui akan berusaha untuk mengetahuinya. Ia ingin mengetahui hakikatnya. Nah, apakah mencari kebenaran (hakikat) itu merupakan suatu hal yang diciptakan oleh kemestian-kemestian sosial manusia ataukah menusia sejak asalnya memang merupakan makhluk pencari kebenaran.!
Ada pemikir yang menolak pendapat bahwa manusia adalah makhluk pencari kebenaran. Tepatnya, ia mengatakan pencarian kebenaran yang dilakulan oleh manusia bukan karena pada dasarnya manusia adalah makhluk pencari kebenaran, tapi karena adanya manfaat dalam kebenaran.

Kita ulangi pertanyaannya dengan mengambil ilmu sebagai contoh. Apakah manusia menghargai ilmu pengetahuan karena bawaan asalnya atau karena ia menginginkan ilmu pengetahuan semata-mata demi memperoleh manfaat tertentu. Lebih jauh, apakah mencari kebenaran itu merupakan sesuatu yg asli (bawaan) dalam watak manusia ataukah itu merupakan tuntutan-tuntutan sosial yang harus ia lakukan. Manusia diciptakan sebagai makhluk pencari kebenaran. Dewasa ini di sekitar kita berkembang konsep-konsep dan pemikiran tentang apa yg kita sebut dengan akhlak yang baik atau prikemanusiaan, yang berlawanan dengan akhlak yang buruk atau tidak berprikemanusiaan. Misalnya, makna mengakui kebaikan yaitu, jika seseorg berbuat baik, wajib bagi orang yang menerima kebaikan tersebut untuk berterima kasih kepada orang yang telah berbuat baik kepadanya itu. Berlawanan dengan itu adalah perbuatan yang mengingkari kebaikan. dengan demikian, pengertian mengakui kebaikan adalah hendaknya kebaikan dibalas dengan kebaikan. "Bukankah balasan bagi kebaikan itu adalah kebaikan yg serupa" Demikian (al-QS. 55: 60).
Dah itu aja, terimakasih

Komentar

Postingan populer dari blog ini

25 GOMBALAN Ala FILSUF

Postmodern dan kecanggihan visi misi

44 Indikator Kemunduran HMI

Mengapa harus Filsafat Islam

Biografi lengkap 25 Nabi dan Rasul